Agen Susu Bubuk Kedelai, Agen Wedang Uwuh, Minuman Segar Cincau Hijau emai : ediblog7@gmail.com -V- TERIMAKASIH SUDAH JADI MITRA KAMI

Minggu, 13 Oktober 2013

Kebanggaan ala Gurun Pasir

PEMBERANI, ramah dan tentu saja egois; begitulah bila orang Arab mengekspresikan kebanggaan asal-usul nenek moyang dan status sosial mereka di zaman jahiliah.
Amr bin Hindun dan Amr bin Kulsum, dua orang yang kebetulan sama nama ini juga sama-sama ksatria tersohor. Mereka juga sama-sama amat chauvinist dengan garis keturunan dari pihak ibu. 
Suatu hari, Amr bin Hindun bertanya kepada bebe-rapa orang koleganya. Katanya, "Menurut kalian siapa di antara penduduk di kawasan ini yang akan merasa sangat malu bila ibunya aku suruh melayaniku?" 
"Tentu saja kami tidak mengetahui seorang pun yang anda maksud kecuali Amr bin Kulsum. Dia adalah anak
si Laila putr i Muhalhil , keponakan Kulaib. Suaminya bernama Kulsum. Dari perkawinan itu lahirlah si Amr,"  jawab para sahabatnya.
Ucapan para koleganya itu terus mengiang di telinga Bin Hindun. la berpikir keras, mencari cara bagaimana
mempermalukan Bin Kulsum. 
Selang beberapa hari kemudian, ia mengundang Bin Kulsum ke tempatnya. Ia juga meminta Laila agar dapat menemui Hindun. Ditemani sang ibu, Bin Kulsum me-menuhi undangan tersebut, bahkan dengan pengawalan
serombongan pasuka n berkuda kabilah Taghlib. Ia berhenti di tepi sungai Efrat, sembari menunggu ihwal kedatangannya sampai ke telinga Bin Hindun. 
Bin Hindun memiliki sebuah tenda di perbatasan Hira dan Efrat. Saat itu ia tengah mengundang para sesepuh
kabilahnya dalam jamuan makan yang mewah. Ke-mewahan acara itu terlihat dari hidangan telah menunggu
para tamu sejak di pintu masuk. 
Bin Hindun dan Bin Kulsum serta beberapa tetua kabilah duduk dalam tenda khusus. Khusus untuk sang
ibu, Bin Hindun mendirikan tenda yang berdampingan dengan tendanya. Di tenda itu Bin Hindun menjamu Laila alias ibu Bin Kulsum.
Sebelum pesta dimulai, Bin Hindun berpesan pada ibunya, "Nant i kalau para tamu sudah menyikat habis semua hidangan, segera suruh pergi para pelayan. Bila aku menginginkan pencuci mulut, bilang pada si Laila agar ia melayaniku." 
Hindun pun menurut i pesan anak lelakinya itu dan begitu terdengar suara anaknya meminta pencuci mulut, ia berkata kepada Laila, "Ambilkan makanan buatku!"
"Siapa pun yang menginginkan makanan bisa meng-ambi l sendiri," jawab Laila setengah tersinggung. "Bawakan, cepat!" Hindun membalas dengan nada paksa.
"Bangsat ! Apa-apaan ini! Oh...warga Taghlib, kemari!" teriak Laila marah. Bin Kulsum mendengar teriakan ibunya. Wajahnya tampak memerah menahan marah. Sayang, centeng yang dibawanya terlampau mabuk.
Dilihatnya pedang Bin Hindun tergantung di dinding tenda; tidak ada pedang lain di tempat itu. Segera ia melompat bangkit dari tempat duduknya, . lalu mengambil dan menghunus pedang itu dari sarungnya. Kemudian menebaskannya tepat di leher Bin Hindun; hingga membuatnya tewas seketika. Sejenak kemudian ia berlari keluar tenda dan berteriak, "Wahai suku Taghlib! Lihatlah! Mereka merampas unta dan kuda Bin Hindun , menahan para wanit a dan menguasa i semenanjung Arab." [] 

(Dari: Women in The Ayyam al-'Arab, Use Lichtenstadter)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar